Adita Irawati Diserang Netizen Gara-Gara Pernyataannya Terkait "Rakyat Jelata" Usai Komentari Gus Miftah
![Jubir Presiden Adita Irawati Mendadak Viral](https://res.cloudinary.com/dpe8jwo29/image/upload/v1733398219/satupikiran/story/67518d0b736c90528da066a1/wmlzxx1rxptqdzsy4dse.jpg)
Jubir Presiden Adita Irawati Mendadak Viral
Nama Adita Irawati, seorang figur yang dikenal sebagai juru bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, baru-baru ini menjadi perbincangan hangat. Dalam wawancara terkait isu Gus Miftah yang dianggap menghina seorang pedagang es teh, Adita melontarkan kata "rakyat jelata" untuk menyebut rakyat kecil. Ucapannya ini langsung memicu reaksi keras dari netizen. Namun, apakah benar pernyataan itu seburuk yang dibayangkan, atau hanya salah persepsi? Mari kita ulas lebih dalam.
Ucapan yang Memicu Kontroversi
Dalam wawancara dengan salah satu media, Adita mencoba memberikan tanggapan resmi atas insiden yang melibatkan Gus Miftah. Ia menyoroti pentingnya perhatian terhadap rakyat kecil, tetapi dalam pernyataannya, Adita menggunakan istilah "rakyat jelata" hingga dua kali.
"Kami dari pihak istana tentu menyesalkan kejadian ini... terlihat sekali pemihakkan beliau kepada rakyat kecil, kepada rakyat jelata," ujarnya.
Pernyataan itu langsung menjadi bahan diskusi panas di media sosial. Banyak netizen yang menilai istilah "rakyat jelata" terkesan merendahkan, seolah menggambarkan rakyat biasa sebagai golongan yang tidak berharga.
Apa Arti "Rakyat Jelata"?
Jika merujuk pada definisi dalam sejarah sosial, "rakyat jelata" adalah istilah yang digunakan untuk menyebut masyarakat biasa yang tidak memiliki kedudukan aristokratis atau status sosial tinggi. Dalam konteks modern, istilah ini sering dianggap usang atau bahkan bermakna peyoratif.
Namun, apakah Adita benar-benar bermaksud merendahkan? Atau, apakah istilah ini hanya pilihan kata yang kurang tepat? Beberapa pihak menganggap penggunaan istilah tersebut hanyalah kesalahan kecil yang tidak perlu dibesar-besarkan, tetapi netizen tampaknya punya pendapat lain.
Reaksi Warganet: Kritik Tanpa Ampun
Pernyataan Adita langsung menuai hujatan di berbagai platform media sosial. Banyak komentar yang mengecam penggunaan istilah itu, seperti:
"Harusnya cukup bilang rakyat Indonesia, tanpa tambahan kecil atau jelata," tulis seorang pengguna.
"Kok rakyat jelata, kita sama-sama manusia, Bu," protes yang lain.
"Kayaknya dia ini 11:12 sama Gus Miftah, mulutnya perlu sekolah biar tahu tata krama," tambah seorang netizen dengan nada sinis.
Respon-respon ini menunjukkan bahwa publik merasa istilah "rakyat jelata" tidak lagi relevan dan memiliki kesan negatif.
Latar Belakang Karier Adita Irawati
Di luar kontroversi, Adita Irawati sebenarnya memiliki rekam jejak yang mengesankan di dunia komunikasi. Wanita kelahiran Yogyakarta ini memulai kariernya sebagai Trainee Manager di McDonald’s sebelum merambah bidang komunikasi di berbagai perusahaan besar.
Adita pernah menjabat sebagai Juru Bicara Kementerian Perhubungan pada 2020–2024 dan bahkan sempat menjadi komisaris PT Citilink Indonesia. Pengalamannya juga mencakup posisi strategis di Telkomsel dan Indosat. Dengan karier yang gemilang ini, tidak heran ia dipercaya menjadi Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan.
Namun, insiden ini menunjukkan bahwa pengalaman profesional sekalipun tidak menjamin seseorang terhindar dari kritik tajam masyarakat, terutama dalam era media sosial yang serba cepat bereaksi.
Apa yang Bisa Dipelajari dari Kasus Ini?
Kontroversi yang melibatkan Adita Irawati bukanlah yang pertama di dunia komunikasi politik. Dalam posisi sebagai juru bicara, setiap kata yang keluar bisa menjadi sorotan, terutama jika dinilai kurang sensitif.
Beberapa pelajaran penting dari kasus ini
1. Pentingnya Pilihan Kata
Dalam komunikasi resmi, pilihan kata harus benar-benar diperhatikan. Istilah seperti "rakyat jelata" mungkin terdengar biasa di masa lalu, tetapi di era modern, kata tersebut bisa dianggap tidak sopan atau merendahkan.
2. Respons Cepat dan Tepat
Saat kontroversi muncul, tanggapan cepat dan tepat sangat diperlukan. Sebuah pernyataan klarifikasi dari Adita, misalnya, bisa membantu meredakan situasi.
3. Kekuatan Media Sosial
Era media sosial memberikan masyarakat kekuatan untuk memberikan kritik secara langsung. Bagi tokoh publik, ini adalah tantangan untuk lebih berhati-hati dalam setiap pernyataan.
Kasus Adita Irawati yang menyebut rakyat kecil sebagai "rakyat jelata" memperlihatkan betapa sensitifnya masyarakat terhadap bahasa yang digunakan oleh tokoh publik. Walaupun mungkin tidak ada maksud merendahkan, pilihan kata tersebut tetap menjadi bumerang yang mengundang kritik tajam.
Sebagai tokoh publik, Adita kini berada dalam sorotan. Apakah ia akan memberikan klarifikasi atau memilih diam, hanya waktu yang akan menjawab. Namun, satu hal yang pasti, kejadian ini menjadi pengingat bagi siapa saja yang berbicara atas nama publik: setiap kata memiliki dampaknya sendiri.