Logo
Masuk

Sabtu, 01 Juni 2024

Dampak Toxic Masculinity Bagi Kesehatan Mental

Norma yang ada dalam masyarakat sering kali memberikan pengajaran bahwa anak laki-laki harus tangguh dan kuat. Mereka kemudian memandang aktivitas “rumahan” seperti memasak dan menyapu identik dengan pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan. Anggapan-anggapan ini dapat menjadi perilaku yang menonjolkan kekerasan dan ini dapat menjadi contoh dari toxic masculinity.

Apa arti istilah toxic masculinity? 

Toxic masculinity diartikan sebagai perilaku sempit terkait peran gender dan sifat laki-laki. Dalam Istilah tersebut, definisi maskulinitas lekat dengan sifat pria yang identik dengan kekerasan, agresif secara seksual, dan tidak boleh menunjukkan emosi. Dari definisi di atas, pengertian toxic masculinity memang sesuai dengan makna aslinya, yakni maskulinitas beracun. Artinya, orang yang menunjukkan perilaku itu memiliki kecenderungan untuk melebih-lebihkan standar maskulin pada laki-laki.

Untuk memudahkan memahami toxic masculinity, berikut beberapa contoh perwujudan toxic masculinity yang kerap dilakukan maupun disematkan pada laki-laki: 

Perilaku toxic masculinity dapat berbahaya karena pembatasan sifat tersebut menimbulkan konflik dalam dirinya dan lingkungan pria tersebut. Toxic masculinity juga memberikan beban pada laki-laki yang dianggap tidak memenuhi standar di atas. 

Apabila seorang pria dibesarkan dengan pandangan seperti itu, dia akan merasa bahwa dia hanya bisa diterima masyarakat dan lingkungannya jika menunjukkan perilaku toxic masculinity tersebut. Dari contoh atas, misalnya, beberapa pria diajarkan untuk tidak menunjukkan kesedihan atau tangisan.

Menunjukkan atau meluapkan emosi dapat dianggap sebagai perilaku feminin dan hanya boleh dilakukan oleh perempuan. Ajaran tersebut tentu berbahaya bagi kesehatan mental (dan fisik) kaum laki-laki. Hal tersebut dapat menimbulkan kerentanan untuk mengalami depresi. Gawatnya, mencari pertolongan ahli kejiwaan juga dianggap perilaku feminin, sehingga laki-laki dilaporkan lebih jarang untuk menemui psikolog atau psikiater. 

Toxic masculinity tidak hanya berbahaya bagi laki-laki saja, tetapi juga berdampak negatif bagi perempuan. Misalnya, karena adanya perilaku toxic masculinity, beberapa pria menganggap dirinya superior dan lebih baik dibandingkan perempuan. Sebagian pria juga “diajarkan” untuk melakukan pelecehan dan kekerasan seksual. 

Anggapan-anggapan di atas tak dipungkiri memicu kekerasan dalam rumah tangga hingga pelecehan seksual dan pemerkosaan. Dikutip dari lembaga non-profit Do Something, 85% dari korban kekerasan dalam rumah tangga adalah perempuan. Kekerasan dalam rumah tangga juga menjadi penyebab utama cedera pada perempuan.

Salah satu cara untuk menghentikan siklus toxic masculinity adalah dengan mengajarkan anak sejak dini, terutama anak laki-laki. Berikut ini beberapa tips yang bisa  dicoba di rumah:

Hal di atas merupakan perilaku toxic masculinity yang bisa dimiliki oleh siapa saja. Toxic masculinity tidak berdampak hanya pada laki-laki, tetapi juga dapat berdampak bagi perempuan. Perilaku toxic masculinity dapat menjadi perilaku yang menonjolkan kekerasan. Oleh karena itu, berikan pelajaran dan pengetahuan kepada anak laki-laki dan juga anak perempuan untuk menghindari kemungkinan tersebut.

  1. Keywords:
  2. Toxic Masculinity
  3. Perilaku Gender
  4. Kekerasan Dalam Rumah Tangga
  5. Kesedihan Pria
  6. Pengaruh Negatif Pada Perempuan
  7. Kesehatan Mental Laki-Laki
  8. Standar Maskulin
  9. Pelajaran Untuk Anak Laki-Laki
  10. Pelecehan Seksual
  11. Konflik Identitas Pria