DPR RI Desak Pemerintah Tutup Celah Impor Ilegal untuk Tingkatkan Penerimaan Pajak
Ilustrasi DPR RI
Peningkatan penerimaan pajak sering kali diasosiasikan dengan kenaikan tarif. Namun, bagaimana jika potensi besar yang selama ini terselip di wilayah perbatasan dimanfaatkan lebih optimal? Inilah yang menjadi perhatian DPR RI, khususnya Badan Anggaran (Banggar). Daripada menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025, DPR mendesak pemerintah untuk fokus memberantas perdagangan ilegal di perbatasan.
Wakil Ketua Banggar DPR, Jazilul Fawaid, menilai wilayah perbatasan adalah sumber daya ekonomi yang kurang dimanfaatkan. Sayangnya, pengawasan yang minim di daerah ini telah menjadikannya sarang bagi aktivitas impor ilegal. “Kalimantan Barat saja memiliki perbatasan sepanjang 900 kilometer, tapi hanya sembilan pintu resmi. Sementara itu, ada lebih dari 200 jalur ilegal yang digunakan untuk transaksi barang,” ungkapnya dalam kunjungan kerja ke Pontianak.
Kerugian Besar dari Jalur Ilegal
Impor ilegal yang melibatkan barang-barang tanpa bea dan cukai tidak hanya merugikan penerimaan negara, tetapi juga menciptakan persaingan tidak sehat di pasar. Jazilul menekankan bahwa kebocoran ini adalah masalah serius yang harus segera ditangani. Dengan menutup jalur ilegal, potensi penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai dapat meningkat secara signifikan.
Namun, untuk mewujudkan itu, dibutuhkan tindakan nyata dari pemerintah. Penambahan personel di kawasan perbatasan, peningkatan infrastruktur, serta penggunaan teknologi canggih adalah langkah mendesak yang perlu diambil.
“Pemerintah harus memberikan dukungan penuh kepada otoritas seperti Bea Cukai dan Ditjen Pajak agar pengawasan di perbatasan lebih efektif,” tambah Jazilul.
Tunda Kenaikan PPN, Utamakan Rakyat
Di sisi lain, DPR juga meminta pemerintah untuk menunda rencana kenaikan PPN dari 11% menjadi 12%. Jazilul menyoroti bahwa daya beli masyarakat, khususnya di kalangan menengah ke bawah, sedang mengalami tekanan. Kenaikan PPN pada saat ini hanya akan memperburuk kondisi tersebut.
“Konsumsi masyarakat adalah pilar utama penerimaan pajak. Jika daya beli melemah akibat kenaikan PPN, dampaknya akan sangat signifikan terhadap ekonomi nasional,” jelasnya.
kl.Oleh sebab itu, Jazilul menyarankan agar kenaikan tarif PPN dilakukan hanya ketika ekonomi sudah pulih dan daya beli masyarakat kembali kuat.
Keseimbangan untuk Keberlanjutan Ekonomi
Kebijakan fiskal harus mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan anggaran negara dan kondisi ekonomi masyarakat. Menutup jalur ilegal di perbatasan adalah solusi strategis yang tidak hanya mengoptimalkan penerimaan negara tetapi juga menjaga stabilitas ekonomi.
“Momentum tepat untuk menaikkan PPN adalah ketika ekonomi sudah bergerak aktif, pasar ramai, dan UMKM berkembang pesat,” tegas Jazilul.
Dengan pendekatan yang lebih matang, pemerintah dapat memastikan pendapatan negara tetap optimal tanpa membebani rakyat.
Daripada berfokus pada kebijakan yang bisa menekan daya beli masyarakat, pemerintah memiliki peluang besar untuk meningkatkan penerimaan pajak dengan menutup celah perdagangan ilegal di perbatasan. Strategi ini bukan hanya soal fiskal, tetapi juga soal membangun ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan.