Ini Fakta-fakta Penyebab Punahnya Harimau Sumatra, Nomor 3 Bikin Sedih!
Pada tahun 2021 silam, ditemukan tiga harimau Sumatra (Panthera Tigris Sumatrae) mati di kawasan pegunungan hutan lindung di Aceh Selatan. Ada beberapa faktor dari ketiga hewan dilindungi itu, terdiri dari induk dan kedua anaknya.
Harimau Sumatra yang terancam punah adalah salah satu subspesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini. Spesies itu disebut juga sebagai harimau sunda, yang tersebar pada kawasan biografi mencakup Jawa, Bali dan Sumatra.
Harimau Sumatra adalah salah satu satwa liar dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018.
Berdasarkan The IUCN Red List of Threatened Species, harimau Sumatra kini menyandang status Critically Endangered atau spesies yang terancam kritis, berisiko tinggi untuk punah di alam liar.
Berikut fakta yang ditemukan dari harimau Sumatra yang terancam punah.
1. Mati karena perangkap babi
Beginilah kondisi tiga harimau sumatera yang mati akibat jerat di Aceh Selatan. Foto: Chandra. Sumber: Mongabay
Tiga ekor harimau itu ditemukan mati dengan jarak yang tidak jauh, dan ditemukan dalam keadaan membusuk lantaran terjerat perangkap babi.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menyebut pihaknya masih mendalami kasus kematian harimau Sumatra yang terancam punah itu. Termasuk menyelidiki temuan kawat perangkap babi yang dibuat.
Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto mengatakan pihaknya masih mencari tahu apakah perangkap itu memang dikhususkan untuk menjerat babi atau khusus mengincar harimau itu.
Kepala UPTD KPH V Aceh, Irwandi mengatakan tiga ekor harimau yang terancam punah tersebut mati diduga karena jeratan babi. Pihaknya telah menurunkan personel untuk mengamankan barang bukti yang ada.
2. Memiliki tubuh relatif kecil
Inilah kawat baja yang menyebabkan kematian tiga individu harimau sumatera di Aceh Selatan, Aceh. Foto: Chandra. Sumber: Mongabay
Ciri-ciri fisik dari harimau Sumatra ini disebut memiliki tubuh yang relatif kecil dibandingkan subspesies harimau lainnya, yakni harimau Kontingental (Panthera tigris tigris).
Pada harimau jantan dewasa bisa memiliki tinggi hingga 60 sentimeter, panjang dari ujung kepala sampai kaki mencapai 250 sentimeter, dan berat hingga 140 kilogram. Sedangkan harimau betina memiliki panjang rata-rata 198 sentimeter dan berat hingga 91 kilogram.
Harimau Sumatra yang terancam punah memiliki warna kulit cenderung lebih gelap, mulai dari kuning kemerah-merahan hingga oranye tua. Biasanya terdapat warna kulit yang disertai garis loreng yang lebih rapat.
3. Diburu untuk diambil organ tubuhnya
Tampak kaki harimau ini terkena jerat yang dibuat dari baja. Foto: Chandra. Sumber: Mongabay
Harimau Sumatra yang terancam punah banyak diburu untuk diambil seluruh bagian tubuhnya, mulai dari kumis, kuku, taring, kulit, hingga dagingnya. Salah satu alasan perburuan itu karena sebagian kepercayaan masyarakat bahwa tubuh harimau memiliki kekuatan magis hingga menjadi jimat.
Hal itulah yang mendorong banyaknya permintaan harimau di pasar gelap dan berakhir turunnya populasi harimau di Indonesia.
Kebanyakan pemburu menggunakan jerat babi untuk melumpuhkan sang raja rimba. Jerat babi menjadi alat utama berburu lantaran harimau mudah terjerat, memiliki harga yang murah hingga berpeluang besar untuk mendapatkan satwa buruan.
4. Banyak ditemukan di Riau
Ini adalah kondisi harimau yang kena jerat pada 22 Januari 2021, di Aceh Tenggara, Aceh. Kaki kanan depannya terluka. Harimau ini dapat diselamatkan dan mendapat perawatan. Foto: Dok. Forum Konservasi Leuser. Sumber: Mongabay
Berdasarkan data yang dihimpun WWF, diketahui terdapat penurunan populasi harimau sumatera sebanyak 70 persen dalam seperempat abad terakhir. Pada tahun 2007, diperkirakan hanya tersisa 192 ekor harimau Sumatra di provinsi Riau.
Kini populasi harimau Sumatra yang terancam punah hanya tersisa sekitar 400 ekor di dalam blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut, dan hutan hujan pegunungan. Namun sebagian besar kawasan ini terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan komersial.
Dengan menipisnya hutan yang menjadi hunian harimau Sumatra, hewan dilindungi itu terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia. Ini menimbulkan konflik yang berakhir dengan tewasnya harimau yang dibunuh atau ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat tak sengaja berjumpa dengan manusia.