Prabowo Dorong Kepala Daerah Dipilih DPRD : Solusi Efisien atau Jalan Berliku?
Prabowo Usulkan Kepala Daerah dipilih DPRD
Wacana yang diusulkan Presiden terpilih Prabowo Subianto tentang kepala daerah dipilih DPRD kembali menghangatkan perdebatan politik di Indonesia. Prabowo menilai sistem pemilihan melalui DPRD jauh lebih efisien dan murah dibandingkan pilkada langsung, yang selama ini dianggap membebani anggaran negara dan sering memicu konflik di tengah masyarakat.
Dalam pidatonya, Prabowo mencontohkan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang berhasil menerapkan mekanisme serupa. Menurutnya, anggota parlemen daerah atau DPRD dapat dipercaya untuk memilih gubernur maupun bupati secara lebih praktis dan hemat biaya.
"Negara-negara tetangga kita efisien, sekali memilih anggota DPRD, ya DPRD itu yang menentukan kepala daerah. Tidak mahal dan tidak memecah masyarakat," ujar Prabowo dalam perayaan HUT Partai Golkar di Sentul.
Namun, di balik alasan efisiensi, apakah mekanisme kepala daerah dipilih DPRD benar-benar menjadi solusi terbaik bagi demokrasi di Indonesia? Mari kita lihat pro dan kontra yang muncul dari berbagai pihak.
Dukungan untuk Kepala Daerah Dipilih DPRD
Sejumlah partai politik memberikan dukungan terhadap usulan ini. PKS melalui Tifatul Sembiring, misalnya, menilai pilkada langsung memiliki ongkos politik yang mahal dan sering memicu polarisasi sosial di tengah masyarakat. Hal ini menjadi pertimbangan kuat bagi mereka yang mendukung kepala daerah dipilih DPRD sebagai alternatif.
Senada dengan PKS, PKB juga menyambut positif wacana ini. Ais Syafiah Ashar menyebut bahwa peran gubernur sejatinya hanyalah perpanjangan tangan pemerintah pusat, bukan pemimpin daerah dengan otonomi penuh. Menurutnya, dana pilkada yang besar lebih baik dialokasikan untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat.
"Kami sudah lama mendorong agar gubernur ditunjuk melalui DPRD. Dengan begitu, anggaran bisa digunakan untuk program yang lebih bermanfaat," ungkap Ais.
NasDem turut mendukung ide ini, namun dengan catatan penting. Irma Chaniago dari NasDem menegaskan bahwa pemilihan gubernur oleh DPRD sah-sah saja, karena gubernur memang tidak bekerja langsung untuk masyarakat, melainkan menjalankan instruksi pusat. Meski begitu, Irma tetap mengusulkan agar bupati dan wali kota dipilih langsung oleh rakyat.
Tantangan dan Kekhawatiran dari Sistem DPRD
Di sisi lain, kritik keras datang dari pihak-pihak yang menilai wacana ini sebagai kemunduran demokrasi. PDIP melalui Ganjar Pranowo mengingatkan bahwa sistem kepala daerah dipilih DPRD bukan tanpa masalah. Ia menyinggung praktik politik transaksional yang pernah terjadi ketika DPRD memiliki kewenangan untuk memilih kepala daerah.
"Kalau pemilihan dikembalikan ke DPRD, bagaimana kita bisa memastikan tidak ada jual beli suara? Ini pernah terjadi di masa lalu," ujar Ganjar.
Kritik lain muncul dari berbagai pengamat demokrasi. Mereka khawatir bahwa mekanisme kepala daerah dipilih DPRD akan menghilangkan partisipasi publik dalam memilih pemimpinnya. Padahal, partisipasi langsung dari rakyat adalah salah satu pilar utama demokrasi yang sehat dan transparan.
Evaluasi dan Jalan Tengah untuk Masa Depan Pilkada
Ketua KPU, Mochammad Afifuddin, menyatakan bahwa wacana ini adalah bagian dari evaluasi besar terhadap penyelenggaraan pemilihan umum. Menurutnya, sistem apapun yang dipilih harus melalui kajian mendalam dan berdasar pada kepentingan rakyat.
Sementara itu, mantan Menko Polhukam Mahfud MD menilai pilkada langsung memang memiliki kelemahan, seperti biaya yang mahal dan praktik politik yang kotor. Namun, ia menegaskan bahwa evaluasi harus dilakukan secara hati-hati agar tidak melahirkan masalah baru.
"Bagus jika kita bicara soal evaluasi pilkada. Tetapi jangan terburu-buru memutuskan. Pastikan solusi yang kita ambil memperbaiki sistem, bukan malah mengulang masalah lama," ujar Mahfud.
Wacana kepala daerah dipilih DPRD memang menawarkan solusi efisiensi anggaran dan potensi meredakan konflik sosial. Namun, di sisi lain, sistem ini berisiko mengurangi keterlibatan rakyat dalam menentukan pemimpinnya. Pilkada langsung, meski memiliki kelemahan, tetap dianggap sebagai simbol partisipasi demokrasi yang harus dijaga.
Keputusan akhir harus lahir dari kajian mendalam dan diskusi terbuka antara pemerintah, partai politik, dan masyarakat. Bagaimanapun, pemimpin daerah adalah wakil rakyat yang seharusnya dipilih dengan cara paling demokratis.